Tuesday, April 30, 2013

SAINS ATEISTIK

Saya masih percaya dengan tesis yang disampaikan oleh Prof Dr Syed Muhammad Naquib al-Attas, bahwa krisis yang melanda masyarakat kita adalah krisis ilmu. Beliau mengatakan bahwa kerusakan ilmu berakibat pada rusaknya tatanan adab, kepemimpinan, politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya Salah satu bentuk kerusakan ilmu adalah materi keilmuan yang tidak pernah mengaitkan peran Tuhan atau agama. Fakta ini lebih banyak terjadi pada materi-materi ilmu sains seperti fisika, biologi dan lain-lain. Sains seperti ini oleh Dr. Wendi Zarman diistilah dengan Sains Ateis. Salah satu bukti adanya sain ateis ini, misalnya di dalam Pelajaran Fisika diajarkan hukum kekekalan energi dan materi. Di dalam ini hukum ini dinyatakan bahwa energi dan materi merupakan dua hal yang tidak bisa diciptakan ataupun dimusnahkan (Lihat, buku teks IPA Terpadu kelas IX, keluaran Pusbuk Depdiknas, 2008). Kata-kata “tidak bisa diciptakan ataupun dimusnahkan” jelas memuat pandangan hidup yang ateistik karena bertentangan dengan doktrin teologi agama bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Tuhan (Khaaliqu kulli syai’in) Jika ditelusuri lebih jauh, sesunguhnya fakta sains ateis ini merupakan produk keilmuan khas Barat. Karen Amstrong, dalam bukunya masa depan Tuhan, menceritakan sebuah kisah, bahwa suatu ketika Napoleon bertanya kepada Laplace, seorang matematikawan besar Perancis, tentang siapakah Pengarang alam semesta yang ajaib ini. Laplace menjawab, “Saya tidak membutuhkan hipotesis itu”. Bagi Laplace, ada atau tidak ada Tuhan, bukanlah hal penting bagi sains, sebab dengan mengetahui hukum alam, semua pertanyaan dapat terjawab. Jawaban Laplace ini dapat dikatakan mewakili pandangan ilmuwan Barat terhadap sains dan agama. Semenjak Copernicus melempar gagasan tentang Heliosentrisme di abad ke-16, sains modern secara perlahan bergerak menjauhi agama. Sejak itu, mengaitkan sains dengan Tuhan dan agama dianggap sebagai gagasan absurd dan sia-sia. Segala keberadaan dan dinamika yang terjadi di alam bersumber dari hukum-hukum alam semata. Inilah yang dikatakan Hawking dalam The Grand Design(2010), “Their creation does not require the intervention of some supernatural being or god. Rather, these multiple universes arise naturally from physical law” (Penciptaan tersebut tidak memerlukan intervensi kekuatan supranatural atau tuhan, alam semesta ini muncul secara alami dari hukum-hukum fisika). Di dunia Barat, mengaitkan sains dengan Tuhan dan agama dipandang sebagai hal yang haram. Sebab, agama dipandang bukan sumber ilmu. Agama dianggap kumpulan dogma yang tidak ilmiah, karena tidak bersifat empiris dan rasional. Agama bukan ilmu. Paradigma semacam ini turut mewarnai konsep pendidikan sains mereka. Nah, pengajaran dan pembelajaran materi sains-sains yang memuat pandangan ateistik jelas bertentangan dengan konsitusi negara dan tujuan pendidikan nasional untuk membentuk manusia yang beriman kepada Tuhan yang Maha Esa. Muatan kurikulum yng tidak sevisi dengan tujuan pendidikan, tentu perlu didekontruksi dan kemudian dikonstruksi ulang agar sesuai dengan epistimelogi paradigma keilmuan yang bernafaskan ketuhanan yang Maha Esa. Upaya ini dalam waktu dekat tentu sangatlah berat, sementara perubahan juga merupakan sebuah keniscayaan. Karena itu salah satu langkah praktis dan sederhana adalah melalui islamisasi pemikiran guru-gurunya; bentuknya adalah yaitu para guru bidang studi yang berkaitan harus berupaya menjelaksan materi dalam perspektif epistimelogi ketuhanan yang Maha Esa sehingga diharapkan anak didik timbul kesadaran bertauhidnya melalui ayat-ayat yang terdapat di alam semesta. Saya kira salah satu referensi agar para guru tidak kesulitan dalam menjelaskan masalah ini buku-buku yang dikarang oleh Harun Yahya. Sebagai penutup dari catatan ini, saya sangat menyadari bahwa ada banyak kelemahan dalam metodologi penulisan ataupun istilah istilah teknis keilmuan yang tidak populer. Tetapi yang jelas persoalan kerancuan ilmu (seperti sains ateistik) ini harus segera diperbaiki untuk terwujudnya peradabab indonesia yang beriman dan bertakwa.