Wednesday, April 23, 2008

STRATEGI PENDIDIKAN

STRATEGI PENDIDIKAN
Rangka Pikir konsep Abdullah dan Khalifatullah
Dalam Upaya Meningkatkan Mutu dan Kualitas Pendidikan
di Kepulauan Sapeken
By: Umar Hadi bin Makka

Dan ketika Allah Swt mendeklarasikan kehendaknya kepada para seisi langit, bahwa ia hendak menurunkan wakil-Nya di atas persada bumi, maka Allah telah membekali khalifah-Nya dengan keunggulan-keunggulan kompetitif yang memungkinnya bisa menjalankan peran pentingnya (visi misinya); memakmurkan dunia, mewujudkan sebuah peradaban agung dan luhur yang seluruh rancangannya dan desainnya berdasarkan bimbingan, petunjuk dan arahan Allah Swt. yang terdapat dalam kalam-Nya yang mulia, al-Qur’an dan as-Sunnah.
Fakta penciptaan ini menjelaskan hakekat fundamental, bahwa ilmu dan pendidikan merupakan elemen, faktor dan institusi yang paling strategis dalam upaya meningkatkan mutu kualitas sebuah masyarakat dan peradabannya. Ilmu dan pendidikan merupakan sebuah keniscayaan dalam usaha-usaha kita dalam memajukan masyarakat. Peran penting sebuah ilmu dan pendidikan dalam kehidupan, ditunjukkan oleh kenyataan sejarah. Bahwa bangsa yang maju dan bermartabat ditentukan oleh sejauh mana kecintaan masyarakat tersebut terhadap tradisi dan budaya ilmu dan menghormati pendidikan. Mereka memiliki kerja keras intelektual yang berusaha menyelesaikan problematika kehidupan. Contohnya bangsa Jepang.
Dalam sejarah ditunjukkan, bahwa setelah Jepang mengalami kekalahan dan mengalami kehancuran dalam seluruh infrastrukurnya pada masa perang dunia II, mereka hanya membutuhkan waktu yang tidak terlalu lama untuk bangkit dari keterpurukannya. Keajaiban ini, banyak membuat ilmuwan Barat heran, bagaimana bangsa yang kalah dalam perang dunia II ini mampu mengalahkan Barat dalam berbagai bidang. Profesor Ezra Vogel dari Harvard University, merumuskan, bahwa kejayaan Jepang ialah berkat kepekaan pemimpin, institusi dan rakyat Jepang terhadap ilmu dan informasi serta kesungguhan mereka menghimpun dan menggunakan ilmu untuk faedah mereka
Sebagai seorang muslim, semua fakta-fakta itu, haruslah membuat kita sadar, dam kita bisa menegaskan satu aksioma, bahwa semua usaha apapun ke arah kemajuan dan kebangkitan (renaisnce), tidak akan pernah terjadi dan berhasil terwujudkan, kecuali kita menemukan kembali cinta kita kepada ilmu dan pendidikan, dan pada waktu yang sama kita juga tetap mengormati identitas, tradisi dan budaya kita. Kita ingin menyampaikan, bahwa sesungguhnya kemajuan kita tidaklah terjadi oleh faktor semangat menyerap seluruh kebudayaan asing (Barat dengan semangat modernisasi termasuk modernisasi agama) yang pada bagiannya justru sangat bertentangan dengan budaya, tradisi dan pandangan hidup kita. Misalnya sekulerisasi. Apa yang ditunjukkan oleh kemajuan Jepang dalam berbagai bidang ilmu tidaklah ditentukan oleh semangat taklid buta dalam mengadopsi dan mengadaptasi semua segi-segi kebudayaan Barat. Mereka hanya mengambil yang bermamfaat saja dari kebudayaan titisan bangsa Romawi itu. Untuk memperkuat tesis ini, cukuplah kita menampilkan fakta negara Turki yang tidak mengalami kemajuan apapun ketika Mustafa Kamal melakukan modernisasi dalam seluruh bidang kehidupan, termasuk wilayah agama
Bahwa ternyata untuk memajukan sebuah peradaban yang maju, terhormat dan beradab haruslah bertitik tolak dan berlandaskan pada ilmu dan pendidikan, maka tentu saja langkah awal utama dan yang pertama adalah meningkatkan mutu dan kualitas serta sumber daya manusia sebanyak mungkin. Hal ini karena manusia adalah subyek atau pelaku peradaban. Manusia harus diberi penyadaran bahwa kesadaran berperadan merupakan bagian dari kesadaran akan penciptaan (kesadaran transendental). Saya ingin mengatakan, bahwa manusia yang tidak mau berperadan di atas muka bumi ini, susungguhnya itu merupakan bentuk pengkhianatan terhadap tujuan penciptaan dan risalah. Di sinilah peran penting lembaga pendidikan, baik yang formal maupun informal (utamanya keluarga) menyadarkan manusia muslim dan menghantarkan mereka pada kualitas insan kamil sehingga mereka mampu mewujudkan visi misinya sebagai abdullah dan khalifatullah.
Konsep abdullah dan khalifatullah adalah dua Gagasan dan isu yang paling fundamental dalam al-Qur’an setelah tema tauhid. Konsep inilah yang menjelaskan kepada kita bahwa dalam konsepsi al-Qur’an, menegakkan peradaban adalah merupakan salah satu aspek ibadah yang terbesar kepada Allah Swt. Karena hanya dengan peradaban-lah kita mampu menampakan keagungan, keindahan dan keunggulan-keunggulan agama dan ajaran Tuhan (baca: Islam) kepada dunia. Menegakkan peradaban Islam, kunci penting yang bisa mewujudkan visi Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Tentu saja semua itu diperoleh dari usaha-usaha pendidikan yang kita lakukan secara sadar yang seluruh desain kurikulumnya kita elaborasi dari konsep-konsep Islam tentang ilmu dan pendidikan. Apa yang ditegaskan di atas, menjadi dalil dan hujjah bagi kita, bahwa dualisme kurikulum tidak menemukan tempatnya dalam sistem metafisika pendidikan dan epistimologi Islam. Dualisme kurikulum, seperti yang ditegaskan oleh al-Faruqi akan menyebabkan keislaman siswa akan melemah dan akan menjadi pintu masuknya pemikiran sekularisme dalam struktur pemikiran kita. Maka berdasarkan bimbingan konsep ilmu, kita memandang bahwa ilmu naqliyyah (baca ilmu agama) dan ilmu aqliyyah (meliputi disiplin ilmu kedokteran, fisika, biologi, matematika, filsafat, sastra dan lainnya) sama pentingnya, walapun tingkatan keutamaannya berbeda dalam sistem klasifikasi ilmu. Seperti yang ditegaskan oleh imam al-Ghazali dalam sistem klasifikasinya, dimaba dia menempatkan ilmu agama sebagai ilmu fardhu ain (kewajiban individu) dan menempatkan ilmu naqliyah sebagai ilmu fardhu kifayah (kewajiban kolektif). Dan ini, seperti yang dikatakan oleh imam al-Ghazali, adalah merupakan keadilan, hikmah dan kearifan dalam ilmu. Bahwa kedudukan dan derajat keutamaan sebuah ilmu ditentukan oleh signifikansi fundamentalnya dalam kehidupan. Dan menempatkannya pada posisinya yang tepat adalah sebuah prilaku keadilan dalam ilmu.
Sesungguhnya masa depan Islam dan penganutnya secara tidak langsung akan ditentukan oleh kemampuan kita dalam menyediakan jenis pendidikan bagi kaum mudanya yang berjalan dengan bimbingan wahyu dan tentu saja harus sesuai dengan minat, bakat dan aspirasi-aspirasi mereka. Sungguh kebangkitan dan renaisance masyarakat sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh kaum terpelajar, cendikiawan, intelektual, pemikir strategis yang terdapat di dalam masyarakat itu sendiri. Di sini, pendidikan bertanggung jawab menyediakan lapisan inti dari sebuah masyarakat. Jika konsep abdullah dan khalifatullah dalam pendidikan ini kita kaitkan dengan konsep ummah, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan tujuan esensial dari pendidikan adalah menciptakan para pemimpin yang kharismatik, sistem yang baik, dan kelompok pengikut. Semua komponen makna yang terkandung dalam kata ummah, jika kita hubungkan secara terpadu, maka hasil yang kita dapatkan adalah terwujudnya masyarakat madani. Fakta ini, jika kita korelasikan dengan kondisi sosio-kultural masyarakat kepulauan Sapeken, kita akan temukan fakta, bahwa jumlah kaum intelektual di dalam masyarakat kita sangat minim dan akibatnya kita juga mengalami krisis kepemimpinan dan kelangkaan pahlawan. Bahwa kita kekurangan sumber daya manusia yang berkualiatas dalam seluruh lapangan profesi, jabatan dan keahlian, adalah kenyataan yang sangat memiriskan dan memilukan hati. Penyebab semua itu, menurut hemat saya, karena kita tidak memiliki pemahaman yang benar tentang konsep ilmu dan kaitannya dengan konsep khilafah dan ibadah serta ummah.
Lebih jauh saya juga ingin menegaskan, bahwa abdullah dan khalifatullah merupakan konsep yang paling fundamental dalam sistem metafisika pendidikan Islam. Dua gagasan ini mengisyaratkan bahwa manusia memiliki kesiapan dasar menegakkan peradaban Tuhan, karena manusia telah ditanam di dalam dirinya sifat-sifat Tuhan. Karena sifat-sifat ini tidak terbatas, maka kemajuan moral, spiritual dan intelektual manusia juga tidak terbatas.
Dua gagasan ini harus mampu dipahami secara benar dan adil oleh pra pendidik di lembaga pendidikan Islam. Sehingga dalam perumusan visi misinya, mereka tidak boleh melupakan dan melalaikan hakekat ini. Lembaga pendidikan Islam harus bertanggung jawab terhadap masa depan peradaban Islam, dengan merancang seluruh unsur-unsur pendidikan yang berbasis pada dua gagasan tersebut.
Dalam konteks ini, jika kita munasbahkan dalam konteks masyarakat kepulauan Sapeken, maka upaya kita dalam meningkatkn kualiatas pendidikan di kepulauan Sapeken, haruslah dimulai dari mengubah cara berpikir kita dalam memandang dan mempersepsi manusia muslim Sapeken. Yang saya maksud adalah, bahwa manusia muslim Sapeken tidak boleh dipasung lagi dalam lingkaran syetan profesi-lokalistik yang bisa menyebabkan kemiskinan strukutural (misalnya karena ayahnya nelayan, maka anaknya juga harus menjadi nelayan dan begitu seterusnya) Mereka harus dipandang sebagai seorang khalifah dan Abdullah, dan karena itu lembaga pendidikan yang ada di kepulauan Sapeken bertanggung jawab menghantarkan mereka pada gerbang itu. Sehingga eksistensi dari peran abdullah dan khalifah mereka tidak hanya sebatas lokal kepulauan Sapeken saja. Tapi Sapeken untuk Indonesia bahkan untuk dunia. Saya yakin, sangat sedikit sekali, untuk tidak menyebut semuanya, para pemikir pendidikan di kepulauan Sapeken melupakan dan melalaikan dua gagasan penting ini. Padahal Allah Swt berfirman:
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan kepada manusia dalam rangka menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar”.
Ummat terbaik adalah cara al-Qur’an melekaktkan gelar kesarjanaan kepada kita. Istilah ini merujuk pada keadaan umat yang paripurna yang memiliki peran sejarah; menebarkan rahmat.
Demikianlah bimbingan wahyu kepada kita. Apa yang saya tulis di atas hanyalah muqaddimah dari mega proyek kita meningkatkan kualitas pendidikan di kepulauan kita yang tercipta. Namun sebelum saya pamit dari sidang pembaca mungkin ada yang bertanya, dimanakah hubungan antara dua konsep di atas dengan strategi pendidikannya? Nah....ada yang mau menjelaskan!!??

No comments: